Kamis, 05 Mei 2011

Apakah Belajar Itu?


Bagi kebanyakan siswa, juga mahasiswa, belajar berarti menggarisbawahi buku pelajaran dengan stabilo kuning sambil mendengarkan alunan musik dari ruang lain. Atau, bila menghadapi ujian akhir semester esok hari belajar berarti meminum kopi sebanyak mungkin atau minum pil anti ngantuk dan menghabiskan sepanjang malam untuk berusaha menjejali otaknya dengan semua bahan kuliah yang, sebetulnya, mesti dipelajari selama kurang lebih dua belas minggu sebelumnya. Maka, SKS pun kemudian dipelesetkan menjadi “sistem kebut semalam”.

Kebiasaan belajar semacam itu, menurut pengamatan sepintas, biasanya menghasilkan pemahaman yang cukup untuk bisa lepas dari masa percobaan di sekolah atau perguruan tinggi. Dan, karena kebiasaan itu diperkuat dengan cara tersebut, ada kecendrungan untuk tetap terpelihara (Fox, 1962). Namun, menurut Calhoun & Acocella (1990:181), “The constitute the least efficient way of learning,” kebiasaan itu merupakan cara yang paling tidak efisien dalam belajar.

Belajar, menurut anggapan sementara orang, adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel – sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan lain – lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya, orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu.

Belajar merupakan peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Hingga kini, para ahli tidak mengetahui seratus perses bagaimana persis terjadinya peristiwa itu. Pada masa lalu, ada ahli yang percaya bahwa peristiwa belajar semata – mata merupakan proses kimia yang terjadi dalan sel – sel, terutama dalam sel dan saraf otak. Pendapat ini kadang – kadang dirumuskan terlalu ekstrem, seakan – akan manusia itu hanya kumpulan jasad kebendaan saja. Ini adalah pengaruh pandangan hidup yang materialistik, yang artinya tidak percaya adanya jiwa atau roh.

Memang, ilmu pengetahuan sudah menemukan bahwa terdapat bagian – bagian tubuh di otak maupun di berbagai kelenjar tubuh yang sangat mempengaruhi daya ingat kita. Walaupun demikian, pendapat yang materialistik sudah ditinggalkan orang karena tidak terbukti kebenarannya. Belajar bukanlah semata – mata proses jasmanian. (Surakhmad, 1982).

Dalam bukunya The organization of Behavior (1949), D.O. Hebb (Hardy & Heyes, 1988:32-33) mengemukakan teorinya mengenai proses berlangsungnya belajar dan penyimpanannya di otak. Pada masa penerbitan buku ini, bukti – bukti yang mendukung teori ini masih sangat kurang, karena teknik pembedahan yang canggih serta peralatan yang diperlukan untuk mempelajari fungsi otak, belum ada. Sejalan dengan bertambahnya pengetahuan mengenai fungsi otak yang berhasil diperoleh para peneliti otak yang lain, kenyataan membuktikan bahwa teori Hebb, sekalipun mungkin kurang benar dalam beberapa hal, telah menunjukan keberhasilannya.

Inti teori Hebb adalah bahwa semakin sering dua atau lebih neuron di otak meletup pada saat bersamaan, semakin besar kecendrungan bagi neuron tersebut untuk bekerja sama pada kesempatan berikutnya. Perlu diingat, bahwa neuron dapat mengaktifkan satu sama lain pada celah sinapsis; dan impuls sebuah neuron dapat melompati celah ini dalam bentuk bahan pemancar, yang kemudian melepaskan impuls dari neuron berikutnya pada suatu rantai neuron. Kedua neuron yang dihubungkan oleh celah sinapsis, ada kemungkinan, tidak perlu bekerja bersama – sama, karena masing – masing neuron tersebut menjadi anggota pada sirkit yang berbeda otak.

Sesungguhnya masalah belajar itu demikian kompleksnya, sehingga apabila orang menganggap beberapa macam perilaku yang berbeda dapat diistilahkan secara umum sebagai belajar, tampak bahwa pendefinisian belajar menjadi sangat kabur, karena di dalamnya tercakup semua perikalu tersebut. Bandingkan, misalnya, antara “belajar merasakan (sesuatu)” dengan belajar “pengantar psikologi” sebelum ujian; kegiatan yang disebut terakhir ini melibatkan konsentrasi, penerapan, dedikasi, dan frustasi; sedangkan pada kegiatan yang disebutkan pertama, kita tidak perlu duduk dan mempelajari  prinsip – prisnip persepsi dari berbagai buku. Meskipun begitu, untuk kedua kasus tersebut, sama – sama digunakan kata “belajar”.

Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini, tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat – obatan, atau perubahan karena proses pematangan.

Pengertian belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku individu maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu. Perubahan ini dengan sendirinya dialami tiap – tiap indvidu atau manusia, terutama hanya sekali sejak manusia dilahirkan. Sejak saat itu, terjadi perubahan – perubahan dalam perkembangan melalui fase – fasenya. Dan karena itu pula, sejak saat itu berlangsung proses – proses belajar.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar