Minggu, 08 April 2012

Bunuh Diri

Mengapa ada orang yang nekat bunuh diri? Faktor-faktor apa yang menebabkan mereka melakukan tindakan tidak terpuji tersebut? Para ilmuwan sosial mencatat bahwa kebanyakan percobaan bunuh diri, baik di kalangan perempuan maupun lelaki, dilakukan di tengah suasana percekcokan antara pribadi atau tekanan hidup berat lainnya. Pada umumnya kasus bunuh diri dilakukan karena stres yang ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain :

  1. Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar orang yang berhasil melakukan bunuh diri tengah dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
  2. Krisis dalam hubungan interpersonal. Konflik dan pemutusan hubungan, seperti konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan orang-orang terkasih akibat kematian dapat menimbulkan stres berat yang mendorong dilakukannya tindakan bunuh diri.
  3. Kegagalan dan devaluasi diri. Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi diri atau rasa kehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri.
  4. Konflik batin. Di sini, stres tersebut bersumber dari konflik batin atau pertentangan di dalam pikiran orang yang bersangkutan.
  5. Kehilangan makna dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa hidupnya sia-sia. Akibatnya, ia memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Agaknya setiap berbicara ikhwal tindakan bunuh diri, kita harus selalu menyebut nama: Emil Durkheim. Emil Durkheim adalah seorang sosiolog terkemukan prancis yang banyak melakukan studi tentang bunuh diri dalam dasarwasa terakhir abad sembilan belas. Dalam penelitiannya, Emil Durkheim merumuskan dan menguraikan tiga tipe bunuh diri, yaitu bunuh diri egoistis, bunuh diri altruistis, dan bunuh diri anomis, yakni yang berkesan dengan keadaan saat orang yang bersangkutan kehilangan pegangan hidup.

  1. Bunuh diri egoistis. Egoisme adalah sikap seseorang yang hendak berintegrasi dengan kelompoknya, yaitu keluarga, kelompok rekan, kumpulan agama dan sebagainya. Hidupnya tidak terbuka kepada orang lain. Ia hanya memikirkan dan mengusahakan kebutuhannya sendiri, tidak memperhatikan kebutuhan orang lain atau masyarakat.
  2. Bunih diri altruistis. Bunuh diri altruistis adalah adalah kebalikan dari bunuh diri egoistis. Kini, yang bersangkutan sedemikian menyatukan diri dengan nilai-nilai grupnya dan sedemikian berintegrasi, hingga diluar itu ia tidak mempunyai identitas. Pengintegrasian yang menyangkut seluruh hidup seseorang memandang hidup di luar grup atau dalam pertentangan dengan grup sebagai tidak berharga. Maka kalau etiknya grup menuntut agar dia merelakan nyawanya demi suatu keyakinan atau kepentingan bersama, ia akan cenderung menyesuaikan diri dengan tuntutan itu.
  3. Bunuh diri anomis. Anomi (kekaburan norma, tanpa norma) adalah keadaan moral ketika orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang semua memberi motivasi dan arah kepada perilakunya, tidak berpengaruh lagi. Berbagai kejadian dapat menyebabkan keadaan itu. Musibah yang menimpa seseorang, hingga semuanya yang pernah menyemangati dan menertibkannya telah musnah, dapat mengakibatkan perubahan radikal.

Supratiknya, A., "Pengantar" dalam Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-teori holistik (Organismik - Fenomenologis), Penerjemah Yustinus, Kanisius, Yogyakarta, 1993, hlm. 5-13.

Worsley, Peter, et al., Pengantar Sosiologi, sebuah pembanding, Jilid 1, PT Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991.

Veeger K.J., Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar